Mengendalikan Literasi

Oleh : AMK Affandi

Membangkitkan semangat berliterasi bukanlah pekerjaan sebuah lembaga, institusi ataupun negara. Literasi merupakan tanggung jawab individual. Keluarga merupakan pemantik membudayakan berliterasi. Daya dorong membudayakan membaca dan berhitung senantiasa digelorakan oleh kekuatan keluarga.

Marilah kita lihat sejenak perjalanan perjalanan revolusi industri yang mampu mengubah wajah dunia. Perjalanan sejarah yang diawali dari perubahan literasi. Revolusi pertama, dengan ditemukannya memproduksi barang, seperti diciptakannya mesin uap. Di ranah transportasi, muncul kereta api. Di bidang industri terjadi pembiasaan mekanisme, yang meliputi pergantian dari tenaga tangan manusia menjadi otomatisasi mesin. Dampak dari perubahan ini, kwantitas pabrik menjadi berlipatnya produk barang. Perusahaan-perusahaan berbondong-bondong melakukan otomatisasi yang digerakkan oleh mesin.

Revolusi kedua, terjadi pada akhir abad ke Sembilan belas atau awal abad ke dua puluh. Pada masa ini pembangkit tenaga listrik mulai beroperasi. Dunia menjadi lebih terang. Pekerjaan tidak hanya dilakukan pada pagi hingga sore, namun dapat dilakukan dua puluh empat jam. Produk yang dihasilkan seperti mengalir tiada henti. Pesawat telepon mempermudah komunikasi antar daerah. Kurir pos atau semacamnya meredup. Komunikasi dapat dilakukan saat itu. Pekerjaan menjadi semakin cepat dieksekusi.

Tahun 1960-an, komputer ditemukan. Tahun inilah, revolusi benar-benar disatukan oleh sebuah kotak ajaib yang bernama komputer. Semua temuan masa silam, telah dirangkum, dan ditangani oleh komputer. Masa inilah orang menyebut revolusi ketiga. Industri berbasis elektronik menjadi berjaya. Komputer telah menuntun manusia, kemana arah kebudayaan manusia, kemana arah berikutnya. Apalagi janin internet telah lahir. Perindustrain semakin merambah kemana-mana.

Revolusi keempat, atau lebih kondang disebut era revolusi 4.0. Dekade kedua abad di abad ke dua puluh satu berpotensi meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat di dunia. Penyebaran internet makin massif. Teknologi digital berkembang sangat pesat yang melahirkan industry berbasis digital. Semua sisi kehidupan manusia disentuh oleh tangan digital. Penyediaan big data menjadi kewajiban, untuk menampung sirkulasi data yang semakin meraksasa.

Apakah runtutan revolusi di atas bangsa kita berperan aktif? Atau dengan kata lain, apakah Indonesia memerankan yang penting dalam perputaran pergantian revolusi? Jawabannya sangat mudah. Tidak. Satu hal penyebab utamanya, karena literasi belum menjadi peranan yang penting dalam kehidupan. Budaya membaca, menulis, berhitung dan memecahkan masalah, masih menjadi bagian, belum menjadi aktor utama. Bila ditelusuri, kesinambungan antara revolusi pertama hingga keempat adalah literasi. Mereka mampu menjawab kebutuhan manusia. Bahkan mampu memandu perjalanan keinginan manusia untuk masa depan.

Istilah saat ini, literasi merujuk pada kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang sedang dan akan dihadapi. Kemampuan ini berdiri diatas kemampuan membaca dan berhitung. Di dunia Pendidikan, mengajarkan untuk menyelesaikan masalah, memang belum lama. Sehingga terjadi kegagapan baik oleh gurunya sendiri maupun siswa. Kalau hanya mencari literasi sebagai rujukan referensi, saat ini sangat mudah. Internet menyediakan segalanya. Namun, untuk menjadi sebuah budaya membaca di era digital ini bukan perkara mudah.

Sebagai guru tentu memiliki beban yang berat, karena harus memandu dirinya sendiri dan juga anak didik, kehidupan berliterasi menjadi kebiasaan setiap saat. Guru juga harus mampu membawa perubahan yang positip, memadukan gerakan gerakan membaca dan menulis. Sebab, berkembangnya literasi bacaan dan ketrampilan menghituang, dibarengi dengan berkembangnya game yang disukai oleh anak-anak. Meskipun guru telah membiarkan anak untuk mencari sumber informasi yang seluas-luasnya di padang internet, tapi anak tetap didampingi dalam menggunakan dunia digital.

Gerakan mendidik bersama antara Pendidikan, Orang tua dan Masyarakat mutlak dilakukan. Tidak boleh berdiri sendiri-sendiri. Di saat-saat tertentu, anak memang harus dikendalikan atau bahkan dibimbing langsung saat membaca konten. Di saat tertentu pula, anak diberi keleluasaan untuk mengeksplore internet. Internet harus menjadi sahabat untuk meraih kehidupan yang sehat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *