Best Practice dan Literasi

Akhir laga sebuah pertunjukan harapannya adalah kebahagiaan. Andai dalam sebuah pertandingan hasilnya ada yang menang ada yang kalah. Semua pingin menang. Tak ada yang ingin kalah. Harapannya menang, sukses, lancar, tak ada hambatan. Semua bisa dilangkahi dengan baik. Jangan anti klimaks. Andai menemui seperti ini, bakal kecewa yang didapatkan.

Dalam sebuah pelatihan memang ada unsur kompetisinya. Tapi kompetisi untuk menang semua. Dalam manajemen dikenal istilah win-win solution. Semua diuntungkan. Itulah yang terjadi dalam pertemuan terakhir pada Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP).

Memasuki garis finish ada sebuah materi yaitu pembuatan Best Practice. Sebuah materi yang setiap peserta harus menulis. Best Practice adalah sebuah karya tulis yang menceritakan pengalaman terbaik dalam menyelesaikan sebuah permasalahan yang dihadapi oleh pendidik dan tenaga kependidikan sehingga mampu memperbaiki mutu pembelajaran.

Best Practice menuntut adanya pembiasaan literasi. Boleh dikatan bahwa best practice dan literasi adalah sama dan sebangun. Tak mungkin best practice dapat terwujud tanpa adanya literasi. Pembiasaan yang bukan hanya membaca, tapi juga menulis. Langkah kecil untuk menuju peradaban adalah menulis.

Best Practice tidak selalu identik dengan langkah yang besar dan “revolusioner” yang dilakukan oleh guru. Menyelesaikan masalah memang bukan hanya best practice. Tapi dengan Best practice, sebuah permasalahan dapat diurai.

Karakter utama best practice adalah tindakan-tindakan taktis dan praktis untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam mengatasi masalah. Misalnya, meningkatkan kedisiplinan warga sekolah melalui penerapan budaya malu, peningkatan kesadaran warga sekolah dalam memelihara kebersihan lingkungan sekolah melalui Gerakan Pungut Sampah.

Dalam ruang lingkup pembelajaran, best practice menjadi sebuah pilihan karena menceriterakan proses belajar mengajar di kelas hanya pada titik focus tertentu saja. Langkah ini selanjutnya bisa menjadi pedoman untuk meniti berikutnya.

Ada pengalaman yang cukup menarik saat menulis best practice. Kala itu penulis sedang membuat tugas lembar kerja kerja 8 yang berupa catatan refleksi. Pada saat kami meimikirkan tugas berikutnya tentang best practice, secara kebetulan ada yang menyodorkan filenya. Secara rekleks kami menerima file tersebut yang berupa best practice.

Sebagai orang yang tiap hari mengunyah informasi, kami ingin mencari pembanding tentang tulisan best practice. Maka didapatlah beberapa alamat dalam suatu web. Secara reflex pula kami membuka web tersebut. Setelah kami bandingkan, ternyata tiga tulisan tentang best practice mirip semua. Memang ada sebuah, dua buah kalimat yang berbeda. Tapi pikiran dalam paragraph tetep sama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *