Indahnya Ramadhan (1)

oleh : Aida Noor Farida (TAS SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta)

Selama bumi atau alam semesta ini masih ada, Insya Allah tentu bulan Ramadhan tetap akan ada. Hanya saja kita masih ditemukan dengan bulan Ramadhan atau tidak, hanya Allah SWT yang tahu dan sebagai penentu segalanya. Kita hanya dapat terus berdoa dan berserah diri kepada Allah SWT agar dipanjangkan umur untuk dipertemukan dengan Ramadhan berikutnya, berikutnya dan seterusnya.

Dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan, semua perasaan menyatu dalam gumpalan rindu. Rindu suasana, rindu kumandang saur bersautan, dan rindu yang selalu ditunggu, berdialog dengan-Nya. Semua itu akan berpengaruh seiring dengan bertambahnya usia kita. Seperti ada rasa sukacita, gembira, bangga, bahagia, terharu dan lain sebagainya. Semua rasa itu berkembang dan terus berkembang seiring bertambahnya tingkat kedewasaan dan pemahaman terhadap arti bulan Ramadhan.

Pada usia kita masih anak-anak, dimana kita baru diperkenalkan atau baru mulai belajar berpuasa ramadhan, awalnya terasa bahwa melaksanakan ibadah puasa itu sangatlah berat. Karena keterbatasan kepahaman kita terhadap berpuasa di bulan Ramadhan tersebut. Padahal bulan Ramadhan merupakan bulan penuh Rahamat, Maghfirah dan Pengampunan. Karena memang pada masa itu, pengertian dan pemahaman kita baru mengerti yang namanya berpuasa. Masih dalam taraf menahan dahaga dan lapar atau sebatas fisik belaka.

Dikarenakan memang pengertian seperti itulah yang sering disampaikan oleh banyak orang tua kepada anaknya. Sehingga berpuasa menjadi terasa berat dan sangat melelahkan. Namun secara perlahan mulai memudar dan bahkan menghilang semua pandangan itu. Bahkan semua seakan berubah seketika disaat banyak orang tua yang mulai memberikan iming-iming hadiah berupa imbalan apabila puasa dapat full hingga magrib.

Ditambah lagi, bayangan betapa bahagianya menyambut lebaran tiba. Dalam konteks ini berpuasa terasa indah dengan iming-iming hadiah. Dimana apabila banyak puasa full sampai magrib tentu semakin banyak hadiah. Terbayang sudah hadiah yang akan diterima yang berwujud, baju lebaran, sendal, sepatu dan lain sebagainya. Yang tak kalah lebih indahnya ditunggu adalah takbir keliling saat malam lebaran. Pengertian dan pemahaman inilah yang berkembang difikiran saat masih kecil. Tanpa berfikir sedikitpun bagaimana rasanya orang yang tidak memiliki apa-apa atau yang miskin yang kesehariannya justru dijalani dengan berpuasa. Pengertian seperti ini tertanam dari usia Sekolah Dasar dan sekolah menengah pertama atau SMP.

Waktu terus bergulir, meninggalkan jejak kita. Berputarnya waktu tak dapat berulang lagi. Belum ada seorang yang mampu memutar kembali dimensi waktu. Meskipun waktu adalah makhluk, namun keberadaannya sangat unik. Indahnya berpuasa di bulan Ramadhan pada masa kecilpun tanpa terasa berlalu. Namun kesenangan menyambut bulan Ramadhan tak pernah pudar dari diri ini.

Saat ingin memasuki bulan Ramadhan masih tetap ada rasa yang menggumpal dalam hati, yakni rasa senang dan bangga menanti Ramadhan. Namun inti yang ditunggu tidak lagi lebarannya atau bunyi petasannya, bukan karena akan ada baju baru, uang THR dan malam takbiran, namun sudah lebih kepada ibadahnya. Orientasi terhadap Ramadhan telah berganti Haluan. Perasaan sukacita ini tetap selalu ditunggu hingga kini. (bersambung…)

Tinggalkan Balasan