Oleh : Oleh : Dr. Basrowi, Alumni S3 Unair dan S3 UPI YAI Jakarta.
Di tengah-tengah wabah Corona yang sudah berlangsung hampir dua bulan, banyak sekali masyarakat yang tingkat kesejahteraannya menurun drastis hingga titik nadir. Penurunan itu akan terus terjadi seiring dengan semakin lamanya diterapkan PSBB. Banyak sekali masyarakat kota yang terpelanting sehingga melakukan deurbanisasi pulang kampung.
Desa diyakini sebagian besar masyarakat urban mempunyai daya lenting yang sangat pas untuk bertahan hidup, karena segalanya serba murah. Desa sebagai buffer zone diyakini para kaum urban memiliki daya tahan yang lebih lama dalam menghadapi great depression.
Biaya hidup di kota yang bisa terbantu oleh pemerintah hanya sekitar 10-20% dari total kebutuhan hidup normal. Itulah sebabnya bantuan pemerintah tidak begitu menarik bagi mereka. Mereka tetap berbondong-bondong meninggalkan kota dengan berbagai cara agar bisa pulang kampung. Hal itu tidak hanya terjadi di Jawa tetapi juga di Provinsi lain.
Kehilangan pekerjaan bukan hanya mereka yang berpendidikan rendah, tetapi menyasar semua strata sumber daya. Karena semua sektor baik manufaktur, jasa, hotel, maupun agrikultur semua lumpuh total. Warga desa sendiri pun saat ini sudah resah karena merasa terancam penghasilannya akibat pagebluk.
Optimistis Tetap Bisa Bahagia
Lepas dari semua itu, kita harus selalu berusaha untuk menghadirkan kebahagiaan di dalam keluarga meskipun dalam kepungan wabah yang belum juga mereda.
Russell (2008) di Journal of Career Assessment menjelaskan bahwa, kesejahteraan subjektif adalah persepsi seseorang terhadap pengalaman hidupnya, yang terdiri dari evaluasi kognitif dan afeksi terhadap hidup dan merepresentasikan dalam kesejahteraan psikologis.
Pada masyarakat yang sedang 3B tentu dapat menghadirkan kebahagiaan melalui dua cara yaitu bottom up dan top down. Pertama secara bottom up yaitu dengan cara mengumpulkan peristiwa dan kejadian-kejadian bahagia kecil yang dirasakan dan dialami seseorang sehingga menjadi kumpulan peristiwa-peristiwa bahagia yang lebih besar.
Dalam kondisi 3B seperti ini, masyarakat hendaknya dapat melakukan penjumlahan dari pengalaman-pengalaman positif yang terjadi dalam kehidupan baik saat masak bersama, makan, mencuci piring, mencuci baju, menyeterika, mendengarkan musik dan bernyanyi, olah raga, mendengarkan berita, belajar zoom, beli paket data, latihan menggunakan layanan e-banking, dan pesan makanan dengan aplikasi yang semuanya bisa bersama-sama dilakukan di dalam keluarga.
Semakin banyaknya peristiwa menyenangkan yang terjadi, maka semakin bahagia dan puas kita semua. Maka, untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga di tengah kungkungan 3B perlu mengubah lingkungan dan situasi keluarga sehingga dapat menghadirkan pengalaman baru yang menyenangkan.
Terapkan Cara Top Down
Cara kedua yaitu melalui cara top down, yaitu memaknai seluruh peristiwa yang terjadi seperti kehadiran bantuan sosial uang tunai, paket sembako, Kartu Prakerja, pengurangan hingga membebasan tagihan listrik, keringanan pembayaran kredit, keringanan iuran BPJS, pemenuhan kebutuhan pokok dan lain-lain untuk dimaknai sebagai peristiwa bermakna bahagia yang mampu mengubah mind dan perasaan menjadi happy.
Dalam kondisi seperti ini, seluruh anggota keluarga lah yang dapat mengubah peristiwa yang melelahkan menjadi peritiwa bahagia. Peristiwa yang lucu menjadi peristiwa bahagia, peristiwa yang konyol menjadi peristiwa yang bahagia, dan semua peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya menjadi peristiwa yang serba bahagia.
Dalam kondisi seperti ini, seluruh anggota keluarga harus mempunyai sikap yang positif terhadap semua kejadian. Semua anggota keluarga juga harus mampu menginterpretasikan, mengubah persepsi dan keyakinan atas semua peristiwa menjadi peristiwa yang menyenangkan. Seperti melakukan aktivitas yang bersifat entrepreneur, filantrophy, direct selling berbasis e-commerce, belajar berbisnis, berbenah, dan bersiap diri akan kemungkinan seburuk apa pun.
Kepala keluarga termasuk ibu rumah tangga harus mampu memaknai semua informasi atau kejadian yang dialami menjadi informasi yang secara kognitif dan afektif bersifat membahagiakan. Hal ini perlu melibatkan proses kognitif dan afektif orang tua untuk distribusikan kepada seluruh anggota keluarga dalam menilai semua hal yang terjadi di dalam keluarga menjadi hal yang bahagia.
Kontrol Diri Terhadap Emosi
Untuk menghadirkan kebagiaan di dalam keluarga di tengah pandemi ini, kepala keluarga dan ibu rumah tangga sebagai pemegang nahkoda perlu memiliki kontrol yang baik terhadap rasa marah atau potensi konflik yang terjadi. Kendalikan seluruh keinginan untuk marah menjadi santai, rileks dan sabar. Ciptakan hubungan yang yang intim dan baik dengan seluruh anggota keluarga, serta usahakan tetap produktif dalam pekerjaan, pendidikan, dan peribadatan meskipun semuanya dari rumah.
Ketika kedua orang tua mampu mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan mampu menciptakan kepribadian yang sehat maka seluruh anggota keluarga pun akan tetap merasakan kebahagiaan, di tengah serba keterbatasan.
Kontrol diri kedua orang tua dan seluruh anggota keluarga akan mampu menghasilkan perilaku yang tepat meskipun setiap hari dihadapkan pada berbagai persoalan yang harus dipecahkan bersama. Hanya saja dalam memecahkan persoalan tersebut, diusahakan sedapat mungkin dalam suasana yang bahagia.
Kemampuan kedua orang tua dalam melakukan kontrol diri yang baik akan menghasilan proses pengambilan keputusan yang baik. Dengan demikian, seluruh anggota keluarga akan mengerti dan memahami seluruh konsekuensi dari keputusan yang telah diambil serta mencari pemaknaan atas peristiwa tersebut.
Penghargaan Positif untuk Seluruh Anggota Keluarga
Kedua orang tua harus mampu memberikan berbagai penghargaan positif kepada seluruh anggota kelurga yang sudah berjasa apa saja, mulai membangunkan bangun pagi, membuka kurdeng jendela, mematikan lampu luar dan lampu yang sudah tidak terpakai, memasak, memanaskan air, membuat minum, dan semua yang bersifat domistik maupun official. Seluruh pujian dan hadiah tersebut akan mampu meningkatkan kesejahteraan seluruh individu yang ada di dalam keluarga.
Orang tua harus mampu membangun rasa optimistis seluruh anggota keluarga akan kesehatan dan kecukupan kebutuhan primer/skunder. Termasuk membangun rasa optimistis akan masa depan kehidupannya yang lebih baik. Kepala keluarga termasuk ibu rumah tangga harus memiliki impian dan harapan yang positif tentang masa depan. Sikap optimistis yang dibangun oleh kedua orang tua harus bersifat realistis di hadapan seluruh anggota keluarga.
Kedua orang tua harus mempu membangun relasi sosial yang positif sehingga dapat tercipta keintiman emosional. Hubungan seluruh anggota keluarga yang di dalamnya ada dukungan dan keintiman akan membuat seluruh anggota keluarga mampu mengembangkan harga diri, meminimalkan masalah-masalah psikologis, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yang adaptif, dan mampu membuat seluruh anggota keluarga menjadi sehat secara fisik.
Kedua orang tua harus mampu menciptakan suasana religiusitas yang kondusif. Ketika seluruh anggota kelurga memiliki kepercayaan religi yang tinggi, maka akan memiliki kesejahteraan psikologis yang besar pula. Hal itu akan mampu memberikan keyakinan bahwa semua yang terjadi saat pandemi Corona ini adalah atas kehendak Ilahi.
Dimensi Kesejahteraan
Kahneman & Krueger (2006) dalam Journal of Economic Perspectives menyebutkan ada enam dimensi kesejahteraan, yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan personal.
Di sini jelas bahwa ketika orang tua hendak menghadirkan kebahagiaan di dalam keluarga di tengah pandemi Corona harus didasari pada penerimaan yang ikhlas pada keadaan yang terjadi, ada hubungan yang positif dengan seluruh anggota keluarga, ada kemandirian masing-masing anggota keluarga bukan semuanya menyuruh anak-anak atau anak-anak menyuruh orang tua.
Selanjutnya, penguasaan lingkungan keluarga yang baik dengan tetap mengacu pada tujuan hidup dunia dan akhirat, dalam rangka membangun pertumbuhan keimanan, fisik dan psikis semua anggota keluarga.
Kedua orang tua harus menyadari bahwa kesejahteraan seluruh anggota keluarga bersifat dinamis. Pengalaman seluruh anggota keluarga yang beragam dan unik akan memberikan pengaruh terhadap kondisi kesejahteraan secara terus-menerus. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pengalaman-pengalaman dalam kehidupan pasca terjadinya pandemi Corona juga akan berpengaruh pada kondisi kesejahteraan seluruh anggota keluarga.
Selalu Positif dalam Memahami Kondisi Ekonomi Saat Ini
Kedua orang tua harus mempu mengubah pola pikir seluruh anggota kelurga menjadi lebih positif dalam memahami kondisi ekonomi sekarang, sehingga seluruh anggota keluarga bisa berhemat, menerima kanyataan, dan tidak mengeluh. Bila kondisi itu bisa terwujud, niscaya tingkat kesejahteraan psikologis seluruh anggota kelurga menjadi tinggi dan meningkat.
Ketika orang tua mampu menjelaskan kepada seluruh anggota keluarga tentang tujuan dan makna hidup, keyakinan dan partisipasi dalam berusaha dan berikhtiyar agar seluruh kebutuhan dapat terpenuhi meskipun dalam kondisi keprihatinan maka seluruh anggota keluarga akan mengalami peningkatan kesejahteraan psikologis.
Jadi, jangan cemas, bangunlah rasa bahagia seluruh anggota keluarga, meskipun wabah Corona belum mereda. Yakinkan kepada seluruh anggota keluarga bahwa, menurunnya tingkat kesehatan dan kesejahteraan fisik dan psikis akan dapat segera diatasi manakala kita disiplin menerapkan 3B dan mematuhi berbagai anjuran pemerintah lainnya. Yakinkan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai intervensi dengan baik, semoga wabah Corona tidak berdampak luas bagi kehidupan masyarakat. Aamiin.
Oleh : Dr. Basrowi, Alumni S3 Unair dan S3 UPI YAI Jakarta.
Sumber link : https://www.duniadosen.com/menghadirkan-kesejahteraan-di-tengah-kesulitan-ekonomi-saat-wabah-corona/