Belajar Filsafat

Satu saat saya iseng membersihkan buku dari debu yang tertata di almari. Jumlah buku tak seberapa. Tapi saya senang menyebut perpustakaan pribadi yang kecil. Mengapa kecil? Karena koleksi bukunya cuma sedikit. Namanya perpustakaan pribadi. Satu cita-cita terpenuhi. Memiliki perpustakaan.

Saya tertarik beberapa buku yang sudah lusuh. Bagian ditepinya telah disantap rayap. Beruntung tulisan masih utuh, meski warna sudah mulai menguning. Kertas telah membentuk texture kemerahan. Sampul plastik telah memudar. Disani-sini sobek, dan terlipat secara acak.

Buku yang sengaja saya ambil adalah Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Popular karya Jujun Suriasumantri. Bersampul warna biru cetakan tahun 1990, bergambar patung Ganesa. Buku ini, dulu cukup popular di kalangan mahasiswa yang gemar ilmu murni. Beberapa materi sangat cocok untuk kajian. Bahkan, mereka membawa dalam suatu forum kecil, senang nongkrong dan berdiskusi perihal perkembangan ilmu pengetahuan.

Isi bukunya cukup beragam. Hampir semua disiplin ilmu saat itu tercakup. Ilmu eksakta mulai dari fisika, biologi, matematika bahkan statistika. Bahasa, kebudayaan dan bidang sosial lainnya. Salah satu karakteristik filsafat adalah universal. Tanpa dibatasi warga, keturunan ataupun Negara. Yang unik di buku ini, pada kajian sosial tetap membumi. Artinya, bahasan yang dikaji seperti yang kita ditemui sehari-hari.

Buku kedua, yaitu Ilmu Filsafat dan Agama. Karya H. Endang Saifuddin Anshari, M.A. yang sering dipanggil ESA. Dimasa orde baru, bang ESA merupakan sosok yang dikagumi oleh kalangan aktifis. Pernyataan-pernyatannya dipandang kritis oleh penguasa saat itu. Pak Esa sangat dekat dengan mahasiswa. Di forum-forum tertentu bahkan dilakukan kajian secara mendalam tentang perkembangan masyarakat.

Kalau dilihat sepintas, buku itu seperti diktat kuliah. Bahasanya lugas, tidak mengular. Mirip definisi yang dikembangkan. Cocok untuk referensi karya ilmiah. Karena judulnya adalah filsafat dan Agama, tak pelak, hal-hal yang bersifat dogmatis dibahas. Inilah yang menjadi salah satu kebingungan tersendiri. Bab awal membahas tentang eksistensi manusia, diteruskan dengan ilmu pengetahuan dan diakhiri dengan kepercayaan. Bagian awal dan tengah terasa nyambung. Namun endingnya seperti berdiri sendiri. Dogmatis dapat bertentangan dengan ilmu pengetahuan, bila media bahasannya memakai ilmu pengetahuan. Lebih tepatnya mengandalkan logika.

Buku ketiga adalah Sejarah Ringkas Filsafat Barat, karya Bernard Delfgaauw. Buku ini sengaja ditulis secara ringkas perkembangan filsafat, khususnya di Barat. Mulai dari zaman kuno sampai kepada filsafat abad kesembilanbelas. Karena ringkasan, jangan mengharap kajiannya mendalam. Ibarat air, ringkasan bukanlah seperti danau di musim hujan, tapi mirip sumur di musim kemarau.

Barat, mengembangkan filsafat dimulai dari Pra Socrates. Mereka sering disebut para filosof alam Miletus atau para filosof alam kuno. Sebut saja semisal Thales, Anaximander, Pythagoras dan lain-lain.  Zaman Socrates sampai Patristika Latin, menjadi kajian wajib bagi peminat filsafat barat.

Pada zaman pertengahan, mereka menelaah mulai dari timbulnya Scolastika sampai dengan Via Antiqua dan Via Moderna. Zaman Modern mengkaji filsafat  Renaisance, Pencerahan dan Kritika Pengetahuan. Bagian akhir membahas Filsafat Jerman, Perancis dan Inggris.

Bagi pemula yang gemar filsafat, buku ini sangat membantu. Boleh dikatakan sebagai rambu-rambu yang terpampang dijalan.

Buku keempat, adalah Sejarah Filsafat Islam, karya Majid Fakhry. Terus terang saya belum pernah membuka bukunya. Saya sendiri lupa, dari mana saya dapatkan buku itu. Sepanjang ingatan saya tidak pernah membeli. Mungkin diberi oleh orang. Saya lupa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *