Generasi Learning Lost Masa Pandemi Covid-19

Oleh : RR Umi Chabibah

“Bu, ini si Fani (sebut saja begitu),” kata bu Ave memulai ceritanya. ” Jadi bu, ternyata si Fani ini tidak punya handphone”. ” Makanya sejak pengumuman diterima sampai akhir tahun pelajaran ini, si Fani  tidak tahu dan tidak faham tentang pembelajaran daring. Ibunya juga hanya jualan keliling,” lanjutnya.
Sementara teman Fani, Adil merasa malu dan stress karena tidak memiliki handphone dan tidak bisa bertemu dengan teman-temannya di sekolah. Bapaknya hanya pasrah sebagai kuli angkut di Pelabuhan Klotok tidak memungkinkan untuk membelikan ponsel untuk anaknya.
Bukan hanya itu,  Nuril, Tias, Ido, dan Sesi rela ponsel mereka ditahan di sekolah setelah selama sebulan terakhir tidak terlibat aktif di pembelajaran daring. Orang tua dipanggil dan mereka memilih belajar luring demi bisa ke sekolah, berkeliling melihat kelas dan fasilitas sekolah lainnya.
Dea pun memilih menemani sang nenek jualan bensin eceran sampai jam 21.00 malam. “Kasihan nenek, Bu. Sendirian jualannya tidak seramai dulu,” .

Kisah yang dipaparkan hanya sebagian kecil yang terungkap.
Meluasnya penyebaran Covid-19 telah memaksa pemerintah untuk menutup sekolah-sekolah dan mendorong pembelajaran jarak jauh di rumah. Berbagai inisiatif dilakukan untuk memastikan kegiatan belajar tetap berlangsung, meskipun tidak adanya sesi tatap muka secara langsung.
Dengan tidak adanya kepastian tentang akhir dari pandemi yang sedang berlangsung, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyiapkan rencana pembelajaran jarak jauh hingga akhir tahun 2021. Bukan berarti pelaksanaan pembelajaran daring ini disambut baik oleh semua peserta didik.
Terdapat gangguan yang muncul pada sistem pendidikan tradisional dan telah merugikan peserta didik yang berasal dari keluarga prasejahtera dan kurang mampu. Bahkan, dalam kondisi normal pun sudah menghadapi hambatan untuk mengakses pendidikan.
Seperti saat ini, mereka harus menghadapi tambahan hambatan yang muncul akibat kendala untuk mengakses infrastuktur teknologi. Pembelajaran daring pun akhirnya banyak menuai dampak negatif dan tidak berjalan dengan optimal.
Penurunan kualitas pendidikan, tidak mungkin kurikulum normal diterapkan pada proses pembelajaran jarak jauh. Kalau sampai akhir tahun, dampak secara akademik akan tertinggal dan banyak mekanisme penilaian yang tidak bisa dilakukan.

Banyaknya keterbatasan fasilitas pendukung serta ketidaksiapan peserta didik belajar di rumah  membuat sistem belum efektif diterapkan dan mengakibatkan capaian akademik siswa tertinggal.
Pandemi sangat berdampak pada anak-anak. Terdapat peserta didik yang berpotensi putus sekolahdan terdapat orang tua yang terpaksa  membawa mereka ke pulau ( istilah untuk anak-anak yang  orang tuanya bekerja di seberang, yaitu gugusan  kepulauan Bala-balakang, Kawasan Mamuju, Sulawesi Barat ).
Anak-anak terpaksa bekerja untuk membantu orang tua mencukupi keperluan hidup sehari-hari. Sampai rentannya anak-anak mendapat kekerasan, dengan banyak orang tua yang kehilangan pekerjaan.
Persoalan lain muncul pernikahan dini sering terjadi dengan dalih alasan ekonomi.  Inilah realitas yang terjadi pada nasib anak-anakku. Selain masalah teknis dalam pembelajaran daring, masih ada kekhawatiran orang tua terhadap penggunaan gadget pada anak.

Kecanduan games, menjadi slah satu penyebab kekhawatiran tersebut. Sekarang anak dipaksa terbiasa menggunakan gadget dalam proses pembelajaran. Minimya interaksi antara guru dengan peserta didik juga merupakan masalah bagi orang tua.
Orang tua berjibaku mendampingi anak-anak belajar di rumah 100% bukanlah perkara mudah. Rasa khawatir bertambah dengan pola belajar di rumah,tidak teratur cara belajarnya, hanya fokus bermain saja, jika ujian yang jawab adalah orangtuanya atau hanya mengandalkan jawaban dari Google.
Sangat jelas anak-anak tidak siap untuk belajar di rumah. Banyaknya permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan daring tersebu. Namun, terpenting adalah adanya panduan sekolah dalam menjembatani proses belajar mengajar jarak jauh dengan baik sehingga hak pendidikan anak-anak Indonesia bisa terpenuhi sepenuhnya.
Bisa saja, di masa yang akan datang generasi pelajar Covid 19 ii diminta mengulangi materi pelajaran yang tidak bisa mereka terima saat pandemi. Penyebabnnya yaitu siswa sangat banyak ketinggalan pelajaran.
Pembelajaran daring ini telah menjadi hambatan yang dirasakan paling luas di bidang pendidikan. Namun, dari semua pilihan yang ada, dibanding dengan mengejar capaian akademik, keselamatan anak-anak adalah yang utama.
Pilihan akhir adalah keselamatan anak-anak atau generasi learning lost. Inti dari pilihan ini adalah anak-anak selamat dulu.  Dengan tetap mengedepankan ujung tombak ini, peran orang tua yang sangat penting membimbing dan mendampingi anaknya belajar dari rumah.

Sumber tulisan : http://pundi.or.id/pundi/artikel/generasi-learning-lost-masa-pandemi-covid-19

Tinggalkan Balasan