Melejitkan Bebas Mengajar

sumber gambar : http://smp.sekolahsabilillah.sch.id/belajar-membaca-alam/

Oleh: Minhajul Ngabidin, S.Pd, M.Si.

Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP)

“Good teacher can inspire hope, ignite imagination, and instill a love of learning”, demikian mestinya menjadi seorang guru. Keprofesionalannya dijamin Undang-undang. Artinya, bahwa setiap guru secara terbuka diperkenankan untuk mengeksplore potensi yang ada pada dirinya. Guru yang diharapkan adalah, mereka yang dapat menginspirasi harapan, memicu imajinasi dan mencintai belajar. Muaranya, siswa tanpa terhalang apapun untuk bisa mengembangkan potensinya.

Saat ini, menurut Menteri Pendidikan, kita masuk ke area perubahan dari model absolut menuju relatifisme. Obsolut ditandai dengan serba standar. Setiap kebijakan harus diikuti tanpa mengurangi sedikitpun essensi kebijakan itu. Tak peduli daerah itu berdekatan dengan kota (mudah menerima akses), ataupun daerah pelosok yang sulit menerima akses informasi.

Relatifisme ditandai dengan serba transformasi. Artinya, karena informasi yang diterima tidak sama, maka pihak penerima diberi keleluasaan untuk menafasirkan dan mengeksekusi berbagai macam jenis kebijakan. Dari pihak Kemdikbud sendiri sebenarnya hanya memberi rambu-rambu. Pengambilan keputusan ada pada Lembaga-lembaga yang ada di daerah, bahkan oleh guru sendiri. Oleh karenanya, muncul istilah merdeka mengajar, merdeka belajar. matematika sekolah adalah matematika merdeka.

Merdeka belajar yang telah dibuka oleh Menteri Pendidikan antara lain, Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UNAS), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang lebih ramping, dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi. Kebijakan ini diambil, karena dipandang bahwa materi kebijakan yang terdahulu dapat menghambat langkah-langkah kinerja menuju bebas belajar. Eksekusi peniadaan kebijakan itu juga bukan tanpa dasar. Semua atas saran dan pendapat dari para ahli dan masyarakat.

Apakah pintu-pintu kebebasan yang sudah dibuka lantas guru masuk ke alam kebebasan yang telah disediakan oleh Kemdikbud?

Belum tentu. Dari penelitian sederhana, didapat sebaliknya. Dalam sebuah penelitian sederhana dengan responden beberapa guru, dengan perintah menggambar unggas. Didapat hasinya sperti table berikut:

Dari data di atas, didapat bahwa gurupun masih menyimpan memori yang kuat saat di TK/SD, sesuai dengan contoh yang dibuat oleh gurunya. Bisa disimpulkan bahwa pintu kebebasan belum dimanfaatkan dengan sepenuhnya. Artinya berfikir absolut masih dominan. Daya eksplorasi belum dioptimalkan.

Guru masih takut salah. Banyak ditemui kawan-kawan guru yang masih takut dengan kepala sekolah, pengawas, atau dengan yayasan. Padahal, sebenarnya apa yang Ia temukan benar untuk kekinian. Artinya guru tersebut belum berani mengungkap hasil temuannya.

Guru juga belum bisa menyederhanakan, tidak mengenal apa yang Ia hadapi dalam masalah Pendidikan, tidak melakukan secara cerdas dan kreatif dan merasa terikat aturan. Padahal, bebas mengajar itu memantik kemampuan yang ada dalam guru agar siswa dapat melejit tanpa terkungkung oleh area kelas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *