Oleh : Ratna Susilowati,S.Pd (Guru SMP Muh 3 Yogyakarta)
Jadilah pendidik sejati “sang pahlawan cendikia” demi generasi penerus bangsa.
Salah satu tujuan pendidikan seperti yang tertuang dalam’ Undang-undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003 adalah “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Melihat tujuan tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi seseorang yang berprofesi sebagai guru. Betapa mulianya jika guru dapat mencapai tujuan tersebut. Terlebih saat ini guru harus dihadapkan pada generasi millenial yang cenderung mempunyai pola pikir yang cepat dan lebih memprioritaskan hasil daripada proses. Tentunya diperlukan tehnik-tehnik mengajar dan mendidik dengan jitu. Betapa bahagianya menjadi seorang guru yang dapat tampil penuh kharisma dihadapan siswanya, serta menjadi sosok guru yang disegani, ditaati, dirindukan kedatangannya, dan tentunya kepergiannya akan ditangisi.”
Langkah yang dapat dilakukan seorang guru tentunya tidak akan jauh dari bagaimana action dan passion nya dalam melaksanakan serangkaian pembelajaran, baik dalam transfer ilmu pengetahuan maupun dalam mengembangkan karakter peserta didiknya. Tentunya tidak terbatas di dalam ruang kelas saja , tetapi dimanapun seorang guru harus dapat memainkan perannya untuk menjadi pendidik yang sejati.
Menurut penulis, untuk menjadi sosok guru idaman seperti di atas, tentunya banyak langkah yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah menerapkan pola mengajar yang bermakna. Guru harus dapat memainkan perannya. Menerima peserta didik apa adanya dengan berbagai karakter yang dimiliki menjadi modal dalam berinteraksi dengan siswa. Membiarkan untuk mengambil tanggung jawab sendiri. Untuk memenuhi tujuan belajarnya, guru harus selalu focus kepada anak didiknya.
Intinya, seorang guru harus dapat memainkan perannya menjadi inspirator, motivator maupun evaluator. Menjadi Inspirator, dengan cara bagaimana seorang guru harus mampu menginspirasi dan mempengaruhi siswa agar menjadi lebih baik. Tidak hanya terpaku pada kurikulum yang berlaku, tetapi juga memiliki orientasi lebih luas dalam mengembangkan potensi dan kemampuan para siswanya untuk kreatif. Siswa diberdayakan akan mampu menjadi generasi tangguh dengan segala tantangan yang akan dihadapinya kelak. Menguasai teknologi adalah genggaman dasar bagi seorang siswa.
Menjadi Motivator, bagaimana usahanya membangkitkan etos kerja dan dapat memotivasi semangat siswa dengan segala potensi yang dimilikinya. Sedangkan Evaluator, dimana guru dituntut mampu mengevalusi sikap dalam menerapkan metode dan strategi mengajar yang tepat sehingga dapat diketahui tingkat efektivitasnya dan hasil belajar siswa.
Tak lepas dari uraian di atas, satu hal yang kadang kita lupa bahwa seorang guru adalah orang tua kedua bagi anak didiknya di sekolah. Untuk itu hendaklah guru berusaha berbuat sebagaimana yang dilakukan oleh orang tua. Tidak hanya sekedar transfer ilmu secara monoton tetapi guru harus mampu mendampingi, melayani peserta didiknya dengan kasih sayang. Menghadirkan mereka dalam setiap doa-doa kita tentunya dapat meningkatkan chemistry antara guru dan siswa, dan juga membuat proses komunikasi dalam belajar menjadi lebih bermakna. Mencapai target “hasil belajar secara maksimal” agar dapat tercapai.
Semoga kita semua yang mendapat amanah sebagai pendidik mampu menjalankan roda pendidikan dengan hati, menjadi guru yang bermakna, tetap menjaga semangat totalitas kerja yang tinggi, dan tentunya dengan resiko-resiko yang akan dihadapi untuk mencapai tujuan pendidikan yang luar biasa.