Aubade

oleh : Poco Handayawati

Agustus 2017

Kepala Sekolah Indonesia Den Haag tiba-tiba memberi saya mandat menjadi koordinator aubade pada HUT (Hari Ulang Tahun) RI (Republik indonesia) di Belanda yang diselenggarakan oleh KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) Den Haag. Mendegar mandat tersebut, saya benar-benar terkejut. Antara mimpi dan seperti disambar petir. Saya yang baru empat bulan di negeri kincir angin ini, mendapat mandat sebuah perhelatan besar. Saya sebenarnya saat itu masih belajar beradaptasi dengan kehidupan baru saya di Belanda. Akan tetapi, mau tidak mau harus menerima dan melaksanakan mandat tersebut. Sudah menjadi komitmen saya ketika bekerja, apapun tuntutan pekerjaan yang diberikan kepada, akan saya usahakan semaksimal mungkin.

Mendapat mandat pada sebuah acara besar begitu mengejutkan bagi saya. Jujur saat itu saya merasa bangga dengan pencapaian ini. Mandat yang diberikan oleh kepala sekolah, menunjukkan bahwa kinerja saya yang baru seumur jagung tidak kalah dengan rekan kerja saya yang sudah lebih lama dan berpengalaman di sini. Saya merasa terkejut dan bersyukur dalam hati, adaptasi awal saya di Belanda ternyata cukup membawa awal yang baik. Bagai sedang bermain-main dalam angan-angan karena belasan tahun menjadi pengajar di Indonesia, saya belum pernah mendapat mandat besar seperti ini. Sebuah tantangan dan jalan pembuktian bagi diri sendiri bahwa saya bisa melakukan hal besar jika dilakukan dengan totalitas.

Sebagai kelanjutan dari mandat tersebut, saya mendapat undangan rapat di KBRI Den Haag. Saya pun mempersiapkan diri untuk menghadiri rapat tersebut dengan sebaik-baiknya. Ini merupakan pengalaman rapat pertama saya dengan para pejabat penting Indonesia yang ada di Belanda. Sesampainya di KBRI, rapat pun dimulai. Rapat tersebut dihadiri oleh Atase Pertahanan, Atase Polisi, Atase Politik, dan beberapa pejabat lain. Grogi, itulah hal saya rasakan.

Saya hanya seorang pengajar di SIDH, tetapi saat ini saya duduk di ruangan bersama para pejabat. Semakin grogi lagi ketika dengan iseng saya amati wajah para pejabat KBRI. Wajah beliau yang saya sebut tadi sangat serius bagi saya. Wajar saya menganggap mereka sangat serius karena selama saya di Belanda beberapa orang yang saya temui berwajah lebih santai daripada para atase tersebut. Apalagi saya membandingkan dengan diri saya yang sangat berbeda dengan para pejabat tadi. Saya merasa bukan siapa-siapa saat itu. Pengamatan awal dan pemikiran saya saat itu sungguh menambah grogi dan tegang diri sendiri.

Rapat di KBRI tersebut membahas tentag rencana teknis pelaksanaan aubade pada saat HUT RI 17 Agustus 2017. Saya diberi kesempatan untuk menyampaikan ide di hadapan seluruh peserta rapat. Bisa dibayangkan bukan? Saya harus berbicara di depan para atase tentang sebuah event yang baru pertama kali akan saya lakukan. Jantung saya terasa berdegup lebih keras daripada suara saya. Akan tetapi, ternyata degupan itu hanya saya yang merasakan. Para peserta rapat tidak ada yang mengira level grogi saya sangat tinggi. Syukurlah, jurus akting saya berhasil menyembunyikan semua kegugupan ini.

Saya sampaikan semua ide dan konsep yang sudah saya persiapkan sebelum sampai di KBRI. Jurus akting untuk menutupi rasa gugup, akhirnya membantu saya menyelesaikan kata demi kata di depan para atase. Sangat mengejutkan dan menggembirakan karena ide tentang teknis pelaksanaan aubade disambut baik oleh para peserta rapat. Saya jelaskan bahwa semua siswa SIDH akan terlibat pada aubade tersebut. Para siswa akan melakukan gerak dan lagu. Lagu yang akan dibawakan adalah lagu nasional dan daerah.

Tiba-tiba saja saya ditanya oleh salah satu peserta rapat, tentang lagu daerah yang akan dinyanyikan pada aubade. Saya sebenarnya belum berpikir apapun tentang judul lagu. Secara random muncullah judul lagu ‘Gundul-gundul Pacul’ dan ‘Ondel-ondel’ dari Betawi. Sangat mengejutkan ternyata semua peserta rapat setuju dan menyambut baik ide tersebut. Dalam hati, saya mengucapkan rasa syukur dan kebanggaan tidak terkira atas konsep dan ide-ide mendadak yang muncul. Ide-ide random, tetapi justru diterima oleh seluruh atase di KBRI.

Langkah selanjutnya setelah rapat di KBRI adalah mulai menjalankan apa yang sudah saya konsep. Saya tidak mungkin bekerja sendiri mengingat ini pengalaman pertama saya menangani kegiatan aubade. Selain itu, jujur pada saat itu kemampuan musik saya nol. Selama di Indonesia saya termasuk orang yang tidak menguasai dunia musik. Lebih sering saya mengagumi dan menikmaati sajian dari beberapa rekan yang memang jago di bidang musik. Belum pernah sekalipun saya perform menyanyi atau pertunjukan musik apapun.

Demi kelancaran aubade, saya pun menggandeng seorang pianis andal. Beliau bernama pak Paul. Beliau akan mengiringi siswa-siswa SIDH dengan permainan indah pianonya. Konsep gerak dan lagu juga pada aubade kali ini harus ada juga pelatih tari dan pelatih vokal. Oleh karena itu, saya menggandeng mbak Deby seorang penari yang koreonya keren dan mbak Ade yang kemampuan menyanyinya tidak diragukan lagi akan melatih vokal seluruh siswa. Event aubade ini saya serahkan kepada para ahli dengan harapan karya yang ditampilkan akan spektakuler. Sebagai koordinator, saya bertugas mengatur jadwal latihan dan mengoordinasi siswa-siswa yang terlibat.

Tantangan besar saya hadapi pada proses latihan menjelang HUT RI. Hari demi hari rasanya tiba- tiba terasa berat. Berusaha menguatkan diri sendiri bahwa apa yang sudah saya sanggupi pasti bisa saya selesaikan dengan baik. Tantangan saya justru berasal dari siswa-siswa SIDH. Saya baru empat bulan mengenal mereka. Saya belum bisa mendalami karakter mereka secara umum.

Selama belasan tahun saya mengajar di sebuah sekolah swasta di kota Jogja. Siswa yang saya hadapi heterogen. Mayoritas siswa di sekolah tersebut harus saya hadapi dengan sikap yang sedikit keras agar instruksi saya bisa sampai. Seperti karakter siswa di Indonesia pada umumnya, instruktsi yang disampaikan dengan nada tinggi akan lebih diterima oleh para siswa. Hal itulah yang masih terbawa sampai ketika saya di Belanda.

Ternyata siswa SIDH tidak sama dengan siswa-siswa yang pernah saya temui sebelumnya. Lingkungan dan pola asuh dari orang tua yang lama tinggal di Belanda membuat mereka tidak bisa menerima instruksi nada tinggi dan keras. Suara saya sedikit tinggi atau keras pasti akan dimasukkan ke hati. Mereka mudah terbawa perasaan. Sebuah PR besar bagi saya untuk memahami siswa-siswa di sini. Saya berusaha mengubah mindset, nada dan cara bicara saya pada mereka.

Tantangan tidak berhenti begitu saja. Sikap tolerasi siswa-siswa SIDH sangat tinggi. Hal itu karena mereka sudah mengenal satu dengan yang lain sejak SD sampai SMA. Hidup bersama di luar negeri membuat mereka memiliki hubungan kekeluargaan yang luar biasa erat. Akan tetapi, sikap toleransi mereka terkadang juga berlebihan. Ketika salah satu siswa datang terlambat saat latihan, siswa yang lain akan menunggu siswa tersebut. Mereka tidak akan memulai latihan sebelum personil lengkap. Kekeluargaan dan toleransi yang tinggi, tetapi bagi saya jadi sedikit menghambat proses latihan. Saya kurang sabar ketika harus menunggu dan jadwal latihan terkadang tidak sesuai rencana. Akan tetapi, saya harus sadar ini tantangan besar dan saya harus lebih mencoba memahami siswa-siswa di sini demi kelancaran semua proses.

Pada akhirnya, tibalah 17 Agustus 2017. Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang dileringati dengan upacara. Kami warga Indonesia juga mengadakan peringatan dengan upacara di KBRI Den Haag. Tim aubade dari SIDH akan tampil pada rangkaian upacara peringatan HUT RI ke-72 di KBRI Den Haag. Tata urutan upacara terlaksana dengan baik. Tibalah di bagian akhir penampilan dari kami tim aubade. Puji syukur kepada Tuhan, siswa-siswa tampil dengan lancar dan total.

Perasaan haru menyelimuti hati saya ketika mengabadikan penampilan tim aubade SIDH. Setiap lagu dinyanyikan, bulir-bulir air mata seperti akan jatuh. Setiap detik beriringan dengan detak jantung yang terasa lebih jelas. Ya, saya tegang, haru, dan bangga. Saya bangga dengan penampilan siswa-siswa yang penuh totalitas. Saya haru ketika mendengar lagu-lagu dilantunkan dan gerak serta musik mengiringinya. Teringat proses yang sempat berat , tetapi bekerja dengan orang-orang hebat dan siswa- siswa hebat membuahkan hasil yang membanggakan.

Selesai sudah seluruh prosesi upacara dan aubade pada peringatan HUT RI ke-72. Hal yang lebih membanggakan lagi ketika Duta Besar RI untuk kerajaan Belanda berkomentar sangt puas melihat dan mengapresiasi tinggi penampilan tim aubade SIDH. Beliau memberi apresiasi dengan mengundang tim aubade dan paskibra SIDH untuk hadir pada acara Resepsi Diplomatik di KBRI. Hal ini merupakan pencapaian baru karena siswa SIDH mendapat undangan pada Resepsi Diplomatik pada tahun 1996 dan diundang kembali diundang pada 21 tahun kemudian. Pencapaian SIDH dan saya sendiri pada tahun 2017.

Pencapaian pertama saya ini bisa terwujud atas dukungan Kepala SIDH yang awalnya menunjuk saya sebagai koerdinator aubade. Bantuan pakar-pakar musik dan tari juga kekuatan terbesar kesuksesan acara ini. Kerja sama dan totalitas penampilan seluruh siswa SIDH merupakan kunci terlaksananya event besar ini. Peristiwa ini mengajarkan bahwa pencapaian yang saya raih tidak terlepas dari dukungan dan bantuan semua pihak dan atas izin Allah Swt. Tidak ada manusia yang bisa bekerja dan meraih sesuatu sendiri. Selalu ada tangan-tangan lain dan tangan Tuhan yang mempermudah semua proses.

Apresiasi dan motivasi besar yang datang dari Duta Besar dan para atase di KBRI benar-benar membakar semangat saya. Beliau-beliau mengajarkan pada saya bahwa motivasi dan apresiasi akan membuat seseorang yakin bisa melakukan suatu hal dengan baik. Begitu besar manfaat afirmasi positif yang datang dari luar. Saya belajar banyak hal dalam proses ini. Ilmu manajemen, psikologi, dan musik saya dapatkan ketika menjadi koordinator aubade ini.

Terima kasih saya ucapkan kepada pihak KBRI yang mengapreasi hasil kerja saya dengan memberi kesempatan besar dua tahun kemudian. Dipercaya menjadi tim dokumentasi KBRI pada peringatan HUT RI yang ke-74 merupakan kesempatan yang berharga. Saya menjadi semakin menghargai dan yakin bahwa dengan usaha , doa, dan motovasi dari berbagai pihak, semua hal bisa dilakukan dengan baik

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *