Menata Kerapian Manajemen Bangunan Sekolah (3)
Imam Robandi
Guru Besar ITS, Alumni Tottori University, Japan
Merancang bangunan sekolah dengan ruang yang akan dipasang AC dan ruang tanpa AC adalah sangat berbeda. Hal ini sering diabaikan, dan seolah-olah ini semua tidak ada hubungannya dengan manajemen sekolah. Jenis jendela untuk ruang berAC harus dipasang secara tetap (fixed), tidak dapat dibuka dan ditutup. Jendela yang dipasang fixed dan tidak adalah sangat berbeda dalam desain dan juga harga. Jendela di ruang kelas yang tidak ada ACnya harus dapat dibuka tutup setiap hari, dan harganya adalah sangat jauh lebih mahal.
Begitu juga, menghitung kekuatan AC pada ruangan adalah hal yang harus ditaati. Kesalahan pada perhitungan menghitung pada kapasitas AC akan berdampak pada kerja mesin AC pada titik maksimal sehingga lilitan (coil) pada AC cepat panas dan dapat berakhir jebol. Hal ini sering terjadi, dan tentu akan mengeluarkan uang yang tidak semestinya. Kita juga sering melihat blower AC yang dipasang di sembarang tempat. Padahal di blower AC akan menghasilkan temperatur panas dan merusak oksigen di sekitarnya. Akan menjadi aneh jika blower AC dipasang pada tempat yang banyak orang beraktivitas dan banyak juga blower yang dipasang di sebuah tempat yang ada atapnya.
Kita tidak dapat membayangkan pancaran panas dari blower yang terjadi pada ruangan yang terkurung, dan yang begini juga sering dianggap tidak masalah oleh penyelenggara sekolah. Udara sekitar blower semakin panas karena tertutup, blower akan bekerja di titik maksimal dengan sangat keras, dan listrik bulanan yang dibayar adalah semakin besar. Bukan ini saja, lilitan bekerja pada titik maksimal dan temperatur panas pada blower tidak dapat dihindari, dan tidak sedikit yang menjadi penyebab kebakaran.
Sebetulnya, boros atau tidak lembaga kita adalah kita sendiri yang merencanakan, bukan orang lain, mungkin karena kita tidak paham atau mungkin karena kita yang selalu meremehkan. Juga adalah tidak sedikit, luaran dari indoor AC yang tidak dirancang dengan baik, sehingga air limpahannya berceceran kemana-mana dan tumbuh lelumutan dan tempat menjadi kumuh. Ada kepala sekolah yang kreatif, airnya dari pipa (selang) indoor AC dimasukkan ke ember. Padahal air AC ini dapat bermasalah jika terminum oleh siswa yang tidak tahu. Pertanyaannya, apakah saat membangun gedung sekolah, tempat blower AC tidak dipikirkan, sehingga blower AC berderet-deret menimbulkan panas kolosal dan air luaran AC menetes ke sembarang tempat. Padahal itu adalah hal yang sangat mudah dinalar dan mudah diatasi.
Karena mempunyai uang, semua halaman sekolah dipasang paving block tanpa menyisakan sedikit pun sejengkal tanah untuk menanam rumput, pohon peredu, atau pun sekadar wadah kehidupan rerumputan. Sinar matahari siang dipantulkan oleh paving block itu dan pantulan panasnya menyengat menuju ke ruang kelas dan kantor. Sekolah menjadi panas menyengat dan kita dapat membayangkan situasi panas di tempat itu. Jika di situ juga ada blower AC, maka berapa berat kerja blower AC di tempat itu, dan berapa tarikan uang untuk menghidupkan AC ke siswa yang harus dipungut setiap bulan. Peningkatan temperatur panas dua derajat saja dapat menggoyahkan manajemen lembaga, karena biaya AC melonjak. Padahal pada saat belum mempunyai uang, kita tidak sempat membeli paving, dan ini tidak ada masalah apapun, halaman menjadi ijo royo-royo.
Genteng yang tiga tahun harus dicat ulang, ini sering dibiarkan sampai warna genteng yang merah menjadi coklat, dan berakhir menjadi hitam. Pori-pori genteng menjadi lebar, muncul bocor rambut yang semakin hari semakin lebar, kayu usuk dan reng akan mengalami kerusakan, dan merambat ke yang lain. Atap menjadi bergelombang, dan inipun sering tidak diperhatikan. Awal yang sepele, berakhir akan menjadi masalah manajemen yang memberatkan. Kalau sudah begini, apa kita akan menyalahkan sekolah lain yang laris manis karena manajemennya tertata dengan baik. (tamat)